Bisnis Hari INI
- 19.01 -
Kalla: Kita Lolos Krisis Karena Kurang Pintar
Kurang pintar apa yang dimaksud orang nomor dua di Indonesia ini?

VIVAnews - Apa jadinya kalau masyarakat Indonesia paham transaksi-transaksi derivatif yang memerlukan keahlian dalam sistem keuangan? Krisis global saat ini diduga akan sama buruknya dengan kondisi 1998 lalu, atau mungkin lebih parah lagi.
Untungnya, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, masyarakat Indonesia 'kurang pintar' untuk urusan yang satu ini. Orang Indonesia lebih senang pegang uang tunai ketimbang uang plastik, sehingga hantaman krisis yang dahsyat bisa lolos. Berikut ini tulisan Kalla yang dipublikasikan lewat blog-nya:
"Kurang pintar" yang saya maksud di sini bukanlah bodoh, tapi konservatif dalam urusan ekonomi alias lugu. Masyarakat kita kurang paham tentang spekulasi dalam urusan ekonomi, kebanyakan transaksi digunakan secara real transaksi. Ketika saya di Prancis saya tanya Dubes, "kenapa banyak orang Indonesia yang jadi korban perampokan dan penipuan di sini?” Pak Dubes bilang, "karena rata-rata orang Indonesia lebih suka bawa uang tunai, daripada kartu kredit". Ini artinya masyarakat kita kurang mengenal bagaimana itu menggunakan kartu kredit dan sebagainya. Di satu sisi memang kita rugi, tapi sisi lain Ini tentu suatu keuntungan juga bagi kita.
Kenapa Untung ?
Sebab kalau mau melihat asal muasal kenapa terjadi krisis itu di Amerika, karena mereka menjalankan sistem ekonomi kapitalis, ciri kapitalis, adalah ekonomi bisa berjalan karena adanya kredit yang didasari dengan kepercayaan, tidak ada kredit tanpa kepercayaan, tanpa keduanya ekonomi akan sulit jalan.
Celakanya rata-rata orang Amerika konsumsinya lebih tinggi daripada penghasilannya. Kalau orang Amerika punya gaji 100 maka dia belanjakan 150, dari mana yang 50 itu ialah pinjam, melalui kartu kredit karena itulah maka sistem keuangan di Amerika sangat bergantung pada sistem kredit.
Tetapi akibat kredit itu kemudian terjadilah suatu manipulasi-manipulasi yang besar dalam sistem kredit di Amerika, bubble, spekulasi, karena berdasarkan kepercayaan yang tidak berdasar. Begitu terjadi suatu krisis ketidakpercayaan akibat bubble, gelembungan maka sistem itu runtuh. Karena sistem runtuh maka bank-bank menjadi bangkrut sebagian dan kemudian karena itu bank-bank itu tidak bisa memberikan kredit karena tidak bisa memberikan kredit maka orang tidak bisa bayar bunga, karena tidak bisa bayar bunga maka kredit nunggak. Terjadilah krisis dalam dua hal, krisis riil karena masyarakat Amerika mengurangi kebutuhannya, permintaannya, dan krisis keuangan karena banknya rontok. Jadi indisustri di Amerika menurun, permintaan menurun dan bank kesulitan.
Masalah krisis keuangan dunia juga menyangkut masalah saham. Untungnya di Indonesia yang main saham hanya 0,5 persen penduduk, itu pun banyak memakai uang luar. Makanya waktu BEJ disuspensi saya tidak terlalu pusing, tapi kalau tanah Abang, Pasar Turi, Pasar Klewer atau Pasar Butung dekat rumah saya di Makassar barulah saya pusing, karena ekonomi kita sangat bergantung pada real market.
Di Singapura 60 persen penduduk main saham, termasuk supir taksi. Jadi begitu harga saham turun semua langsung menderita sampai masyarakat bawah sekali-pun. Saya kira di sini kalau ada tiga yang tahu main saham sudah lumayan. Jadi harga saham berapa pun tidak ada soal di antara kita. Tetapi di luar negeri setengah penduduknya main saham, jadi begitu harga saham turun dia langsung miskin dia.
Jadi antara kekurangcerdasan, kurang emosi untuk membeli produk-produk yang tidak riil itu penyelamat suatu bangsa juga. Sekiranya Anda semua main saham misalnya Bumi Resources, yang dulu 5.000, sampai 8.000 setiap lembarnya dan tiba-tiba turun menjadi 500 saya kira akan ada yang sudah minum "Baygon" . Untungnya tidak ada, mungkin ada 1-2 tetapi tidak banyak.
Jadi ekonomi kita selamat dan lebih baik dibanding negara Asia lainnya karena dasarnya transaksi, kita adalah real transaksi. Dan sebenarnya itu yang menjadi dasar daripada ekonomi syariah. Jadi walaupun sadar atau tidak sadar kita juga mempraktekkan Ekonomi syariah. karena Syariah itu dasarnya kalau ada transaksi, tidak boleh berdasarkan spekulasi.
Nah itulah yang membedakan ekonomi kita dengan ekonomi lain sehingga orang mau bicara apa saja tentang krisis ya kita aman-aman saja. bahwa tidak ada lagi orang yang cepat kaya, ya, itu memang suatu sifat ekonomi, kalau yang pernah naik pasti turun, yang turun akan naik, itu saja. kalau tidak ada itu maka tidak perlu ada pelajaran ilmu ekonomi pada sekolah menengah dan perguruan tinggi.
Sumber : Bisnis Vivanews

VIVAnews - Apa jadinya kalau masyarakat Indonesia paham transaksi-transaksi derivatif yang memerlukan keahlian dalam sistem keuangan? Krisis global saat ini diduga akan sama buruknya dengan kondisi 1998 lalu, atau mungkin lebih parah lagi.
Untungnya, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, masyarakat Indonesia 'kurang pintar' untuk urusan yang satu ini. Orang Indonesia lebih senang pegang uang tunai ketimbang uang plastik, sehingga hantaman krisis yang dahsyat bisa lolos. Berikut ini tulisan Kalla yang dipublikasikan lewat blog-nya:
"Kurang pintar" yang saya maksud di sini bukanlah bodoh, tapi konservatif dalam urusan ekonomi alias lugu. Masyarakat kita kurang paham tentang spekulasi dalam urusan ekonomi, kebanyakan transaksi digunakan secara real transaksi. Ketika saya di Prancis saya tanya Dubes, "kenapa banyak orang Indonesia yang jadi korban perampokan dan penipuan di sini?” Pak Dubes bilang, "karena rata-rata orang Indonesia lebih suka bawa uang tunai, daripada kartu kredit". Ini artinya masyarakat kita kurang mengenal bagaimana itu menggunakan kartu kredit dan sebagainya. Di satu sisi memang kita rugi, tapi sisi lain Ini tentu suatu keuntungan juga bagi kita.
Kenapa Untung ?
Sebab kalau mau melihat asal muasal kenapa terjadi krisis itu di Amerika, karena mereka menjalankan sistem ekonomi kapitalis, ciri kapitalis, adalah ekonomi bisa berjalan karena adanya kredit yang didasari dengan kepercayaan, tidak ada kredit tanpa kepercayaan, tanpa keduanya ekonomi akan sulit jalan.
Celakanya rata-rata orang Amerika konsumsinya lebih tinggi daripada penghasilannya. Kalau orang Amerika punya gaji 100 maka dia belanjakan 150, dari mana yang 50 itu ialah pinjam, melalui kartu kredit karena itulah maka sistem keuangan di Amerika sangat bergantung pada sistem kredit.
Tetapi akibat kredit itu kemudian terjadilah suatu manipulasi-manipulasi yang besar dalam sistem kredit di Amerika, bubble, spekulasi, karena berdasarkan kepercayaan yang tidak berdasar. Begitu terjadi suatu krisis ketidakpercayaan akibat bubble, gelembungan maka sistem itu runtuh. Karena sistem runtuh maka bank-bank menjadi bangkrut sebagian dan kemudian karena itu bank-bank itu tidak bisa memberikan kredit karena tidak bisa memberikan kredit maka orang tidak bisa bayar bunga, karena tidak bisa bayar bunga maka kredit nunggak. Terjadilah krisis dalam dua hal, krisis riil karena masyarakat Amerika mengurangi kebutuhannya, permintaannya, dan krisis keuangan karena banknya rontok. Jadi indisustri di Amerika menurun, permintaan menurun dan bank kesulitan.
Masalah krisis keuangan dunia juga menyangkut masalah saham. Untungnya di Indonesia yang main saham hanya 0,5 persen penduduk, itu pun banyak memakai uang luar. Makanya waktu BEJ disuspensi saya tidak terlalu pusing, tapi kalau tanah Abang, Pasar Turi, Pasar Klewer atau Pasar Butung dekat rumah saya di Makassar barulah saya pusing, karena ekonomi kita sangat bergantung pada real market.
Di Singapura 60 persen penduduk main saham, termasuk supir taksi. Jadi begitu harga saham turun semua langsung menderita sampai masyarakat bawah sekali-pun. Saya kira di sini kalau ada tiga yang tahu main saham sudah lumayan. Jadi harga saham berapa pun tidak ada soal di antara kita. Tetapi di luar negeri setengah penduduknya main saham, jadi begitu harga saham turun dia langsung miskin dia.
Jadi antara kekurangcerdasan, kurang emosi untuk membeli produk-produk yang tidak riil itu penyelamat suatu bangsa juga. Sekiranya Anda semua main saham misalnya Bumi Resources, yang dulu 5.000, sampai 8.000 setiap lembarnya dan tiba-tiba turun menjadi 500 saya kira akan ada yang sudah minum "Baygon" . Untungnya tidak ada, mungkin ada 1-2 tetapi tidak banyak.
Jadi ekonomi kita selamat dan lebih baik dibanding negara Asia lainnya karena dasarnya transaksi, kita adalah real transaksi. Dan sebenarnya itu yang menjadi dasar daripada ekonomi syariah. Jadi walaupun sadar atau tidak sadar kita juga mempraktekkan Ekonomi syariah. karena Syariah itu dasarnya kalau ada transaksi, tidak boleh berdasarkan spekulasi.
Nah itulah yang membedakan ekonomi kita dengan ekonomi lain sehingga orang mau bicara apa saja tentang krisis ya kita aman-aman saja. bahwa tidak ada lagi orang yang cepat kaya, ya, itu memang suatu sifat ekonomi, kalau yang pernah naik pasti turun, yang turun akan naik, itu saja. kalau tidak ada itu maka tidak perlu ada pelajaran ilmu ekonomi pada sekolah menengah dan perguruan tinggi.
Sumber : Bisnis Vivanews